EKSPEDISI ARKEOLOGI ERA AKHIR MAJAPAHIT DI PUSUNG RECO (LERENG BARAT MAHAMERU) DESA PONCOKUSUMO

 


Dwi. A'ak, Nassai dan Sedulur Poncokusumo 

A. Perjalanan yang Lama Tertunda 

Sesungguhnya, beradaan situs arkeologis di lereng barat Mahameru yang dapat diakses melalui Desa Poncokusumo telah saya dengar pada akhir tahun 1990-an. Laboran saya, almarhum Sisbar Noersya yang asal Dusun Drigu Kecamatan Poncokusumo sempat mengabarkan dan kala itu mengajak saya untuk melacaknya. Namun tahun 1998 saya banyak terlibat "demo Reformasi", sehingga tertunda lama, dan pada tahun ini (Agustus 2023) berkesempatan untuk menelisiknya. Teman-teman dari Poncoku- sumo yang insya Allah pada 16 Agustus 2023 lusa buat acara tahunan  Bersih dan Bedah Sejarah De- sa/Kampung sempat menghubungi saya minggu lalu. Saat itu saya sampaikan kepada mereka, ada baiknya sebelum "Bedah Sejarah Desa/Kampung" disempatkan untuk mengunjungi situs "Candi Pon- cokusumo" -- sebutan menurut warga setempat , punden desa dan punden dusun, serta temuan se- jumlah balik batu di Kampung Baru. 

Kami bersepakat untuk mendaki lereng sisi barat Mahameru, mulai dari Pos JSS (Jamin Spot Sun- set) di Pusung Sajimah -- sebagai titik teratas dari  jangkauan motor, lantas dilanjut jalan kaki sejauh sekitar 3 km melintasi 2,5 pusung (lungur). Turut serta dalam ekspedisi arkais ini A'ak Agus Wayan dan Nassai yang doyan blusuk- an dan empat orang warga Desa Poncokusumo (total kami ber-7), dima- na saya adalah yang "termuda  (eh ..... yang tertua)" diantaranya. Oleh karena itu, bila perjalanan sempat  tersendat-sendat, itu lantaran saya minta untuk ber- ulang kali rehat. Selain jalanan cukup menanjak, ka- mi pun musti menembus hutan yang tidak semua jalur setapaknya terlihat, karena nampaknya telah cukup lama areal ini tak "ditambah menungso". Ka- lau pun ada yang melintasi, hanya sesekali dilewati oleh "penggeladak" binatang buruan, pencari rebung (tunas bambu), atau mengontrol pipa air pada dua hingga tiga sumber di areal jelajah kami. 

Sekitar pukul 13 kami stat dari Dusun Drigu, lantas mulai berjalan kaki dari Pos JSS sekitar pukul 13.30 WIB. Melalui sejumlah kesulitan yang menguras te- ga, utamanya bagi saya, akhirnya sekitar pk 16 WIB sampailah kami di Pusung Reco", yang berada tepat di titik tengah teratas lekung "landam kuda" diantara dua pusung yang menjadi tuk (mata air) Banyu (Ka- li) Tamu -- sebagai anak dari Kali Lesti. Pada areal ini, permulaan tanahnya relatif datar (flat) dan cu- kup luas. Tergambar bahwa ada kalkulasi (pertim- bangan) topografis dan hidrologis untuk memilih areal ini sebagai tempat bangunan suci beserta ke- giatan religisnya. Banganan suci yang masih dapat dijumpai tinggal berupa tatanan acak balok-balok batu vulkanik dengan bangun bujur sangkar (160 X 164, dengan T = 68 dan 88 cam) beserta tangga ke- cil di sisi depan. Permukaan tanah tempat ya berdi- ri sengaja dibuat berteras -- ada Kungkungan tiga tingkat. Ada suatu ruas antara teras II dan III yang yang diperkuat dengan tanggul batu. Ada temuan umpak (peladas tiang) dan antefix (catan tumpao .tiga).

B. Jejak Arkeologis di Pusung Reco 

Selain fragmen arsitektur tersenut, pada areal yang berada di halaman bawah paling tida terdapat tiga hingga empat himpunan balok-batu bercampur ba- tuan kerakal, yang menjadi petunjuk bahwa semula ada suatu kompleks bangunan suci di areal cukup luas. Sebenarnya, pada pusung lain di bawah serta diatasnya masih ada serakan balok-balok batu dan tatanan baru kerakal, bahkan ada warga Kampung Baru di Desa Ponco Kusumo yang sempat mene- mukan potongan kepala arca. Sayang sekali areal situs masih dirimbuni oleh semak belukar, yang ji- KA dibersihkan bukan tidak mungkin bakal didapati tinggalan arsitektural ataupun ikonografis -- sesuai dengan unsur sebutan "Reco (Arca)" pada "Pusung Reco". Terkait dengan temuan ini,muncul pertanya- an : (1) bilamana dibangun, (2) untuk kepentingan apa,dan (3) pertimbangan apa pemilihan arealnya.

Tinggal serupa itu kedapatan di sejumlah "gunung suci" di Jawa Timur, seperti di Gunung Pawitra (Pe- nanggungan), Arjuna beserta "anak"-nya (dinamai Gunung Ringgit), Kawi, Wilis, Argopuro, Lawu, dsb. Pada lereng Gunung Semeru, juga kedapatan di le- reng selatan pada daerah Dampit-Ampel Gadung di Kabupaten Malang serta pada Pasru Jambe di wi- layah Lamongan. Pada lereng barat Semeru, selain situs Pusung Reco, temuan serupa juga kedapatan di jalur Gubugklakah, Coban Pelangi,  menyeberang Kali Amprong ke arah Watu Pecah. Temuan ini tela- tif berdekatan dengan situs yang dibicarakan, cuma beda lunguran (pusung). Jalur Gunung Klakah dan  Poncokusumo itu nantinya bertemu, dan perjalanan bisa dilanjut menuju ke Watu Pecah hingga Pusung Celeng -- puncaknya dinamai "Puncak Setigi", yang menjadi anak bukit teratas Gunung Semeru. Keba- nyakan tinggalan-tinggalan arkeoligis yang berupa punden berundak itu berasal dari era akhir kerajaan Majapahit pada sekitar medio abad XV hingg abad XV Masehi di penghujung Masa Hindu-Buddha.

C. Karsyan yang Lama Ditinggalkan 

Boleh jadi konon areal kunjungan ini (situs Pusung Reco) adalah suatu Karsyan atau Mandala Kedewa- gurwan, yang berlokasi di tempat terpencil di dalam hutan. Selain bangunan suci, terdapat pula pondok- pondok sederhana -- disebut "patani jamur", sebagai permukiman sementara bagi para peziarah dan pa- ra siswa (sisya) dan guru rokhani. Asrama di dalam hutan itu konon disebut "wanasrana", yang dalam wujud visual tergambar pada telefon "Parhayana' di teras II sisi belakang Candi Jajaghu (Jago). Karsyan adalah tempat pembelajaran (pahatan), yang acap satu kompleks dengan areal pertapaan (dapur, pa- tapan). Perihal "dapur pajaran" tersebutjan di dalam Prasasti Pabanyolan (disebut juga dengan "Prasas- ti Gubugklakah") yang berasal dari Masa Keemasan Majapahit.  Selain lokasinya yang terpencil dan su- nyi, areal.ini berada pada lreng gunung suci ,(holly mountain) Mahameru, sehingga dapat difahami bi- la tepat dipilih sebagai areal bagi karsyan/mandala kadewagurwan. 

Setelah membersihkan halaman situs dari semak belukar, mendata dan menarasikan kepada teman+ teman seperjalanan, maka kamipun makam.sire, berfoto ria, ngudut dan ngunjuk susu-jahe, lantas kami bergegas turun, sebab waktu telah mendekati pukul 17. Nampaknya kesirean kami turun, terbukti baru setengah perjslan turun sudah keburu petang dan gelap. Padahal kami masih harus menuruni le- reng bergutan dan mumiti jalan setapak di tepian jurang. Barulah pada sekitar pukul 18.30 kami tiba kembali di pondok JSS. Istirahat sekitar 30 memit di pondok, lantas kami bermotor turun menuju ke Dusun Drigu untuk minum teh dan makan bakso sebelum akhirnya kembali ke Kota Malang dan ke Sengkaling.

D. P e n u t u p

Demikian catatan ekspedisi arkeoligis yang spontan kami lakukan di lereng barat Mahameru di wilayah Kecamatan Picokysumo yang berada di areal hutan Perhutani di tetangga TNBT (Taman Nasional Bro- mo-Tengger-Semeru). Semoga tulisan yang meski ringkas ini dapat memberikan kefaedahan. Monggo yang ingin mencintai, boleh janjian dengan sedulur- sedulur di Poncokusumo. Nuwun. 

KA Malabar, 15 Agustus 2023

Patembayan CITRALEKHA

Matur nuwun sedoyo

Pak Dwi Cahyono, Mas Agus Wayan, Pak Nasai, Bolo Pokdarwis, Pak Purna, Kek Pur & Mas Feri tak lupa juga founder e Gubug Embun Pak Amrullah dan semuaya yang tidak bisa tersebut🙏


LihatTutupKomentar